Psychometric Life
Ini adalah perjalananku menuju titik alignment circle. Kondisi yang didesign amat nyaman, 24°C dengan kelembaban 50%. Tidak dingin juga tidak panas, tidak basah dan juga tidak kering. Bagitu sederhana namun begitu nyaman

"Nanti"
Al Hasan Al Bashri : "Jauhi oleh mu "nanti" karena engkau sedang berada di hari sekarang, bukan dihari esok. Jika besok masih menjelang maka jadilah seperti engkau dihari ini, dan jika besok tidak datang maka engkau tidak akan menyesali kekurangan mu dihari ini."

Rintihan Hati
Perjalanan akhirat adalah perjalanan yang teramat jauh. Tatkala perjalanan itu talah dimulai, maka tiada akan pernah kembali lagi. Perjalanan yang amat jauh... yang karena teramat jauhnya perjalanan tersebut, membuat kita tidak akan kembali lagi. Lalu mengapa diri ini tidak berupaya untuk mengumpulkan perbekalan yang banyak???

Gundah
Bersemangatlah hidup didunia ini untuk menggapai kebahagiaan akhirat. Janganlah engkau cukupkan cita - cita mu hanya di dunia.. Mulailah menapaki akhirat semenjak kita masih di alam dunia..

Wednesday, November 08, 2006
NGangen Euy
Gaswat friend, ga tau kenapa pagi ini gw inget lagi sama teman lama gw (ngaNgen euy). Yang jadi masalah sekarang, gimana caranya gw ngubungin tu anak? tu bocah sibuk buangGet euy!!! Seinget gw, udah empat kali gw sms tu anak. But KAGA' Puernah DIBALES. Emang sich, gw ud lama ga ktemu sama tu anak, dan yang jadi masalahnya lagi, gw juga ud lama ga smsn lagi sama dia. Mungkin hal itu juga yang bikin gw kangen sama tu anak! Apa mungkin dia BT kali yee sama gw, gara2 ga pernah diSmS? Ah.. ga tau dch, mudah2n sih semuanya baik2 aja. Ya 4jjl, jadikanlah teman2Ku adalah teman2 yang baik tuk kehidupan akhirat dan duniaKU. Semoga rindu N benci yang ku rasakan adalah rasa rindu N benci karena Mu Ya 4jjl.
Amiin...
Sunday, October 15, 2006
Pelangiku merah jambu

Berdiri di atas hamparan kertas putih tanpa batas
Sebatang pena mulai menari ikuti irama bumi
Melenggak – lenggok torehkan aneka cerita
Ini bukan sekedar cerita
Saat sebatang pena kisahkan pelangi diatas hamparan kertas putih
tanpa batas
Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila juga ungu
Serentak penuh sorak
Inginkan pelangi hanya merah jambu
Apa mau dikata, memang takdir pelangi mejikuhibiniu
Tetapi jiwa tak pernah terpasung kaku
Bertangan sanggup menggenggam
Berkaki mampu berdiri
Berindra dapat berkarya
Walau pada akhirnya sang pencipta yang memiliki kuasa
Sejak berdiri pena mulai menari melenggak – lenggok
Ikuti irama bumi tanpa pernah tau kapan kan terhenti
Dengan penuh harap setitik kebahagiaan diakhir menanti
Hidup memang sebuah penantian
Tiada satu celah sempitpun waktu yang berlalu tanpa menanti
Bahkan bergerak maju tuk menjemput adalah proses dari sebuah penantian
Mananti tak terelakkan bagi sang pemilik mati
Mungkin nanti entah kapan akan datang
Harap cemas ini akan berganti kebahagiaan
Saat pelangiku memang benar merah jambu
Setiap manusia yang terlahir ke bumi membawa takdirnya masing – masing. Lika – liku kehidupan manusia memang bagaikan pelangi. Beraneka ragam cobaan yang Allah berikan, baik berupa kenikmatan maupun kesulitan yang mewarnai setiap kehidupan manusia. Memang sudah menjadi fitrah dari setiap manusia, bahwa setiap dari kita senantiasa menginginkan kebaikan dalam menjalani hidup. Tidak sedikit dari kita yang berfikir bahwa kebaikan itu hanyalah berupa kenikmatan, sehingga sulit sekali untuk berfikir positif atas kesulitan yang menimpa kehidupannya. Padahal kalau kita sanggup memandangnya dari sudut pandang yang berbeda, yakinlah kita akan temukan keindahan atasnya. Karena setiap kesulitan yang kita hadapi dapat menjadikan kita lebih tangguh dalam menjalani hidup. Maha Suci Allah, Roob yang maha adil. Yang menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna dari mahklukNya yang lain. Kita hanya dituntut untuk berusaha di dunia ini, dangan senantiasa penuh harap kepada Allah atas segala kebaikan bagi diri kita. Yakinlah bahwa kesulitan tidak untuk selamanya, kebahagiaan akan datang atas kesungguhan usaha yang kita lakukan. Sungguh lika – liku kehidupan ini bagaikan pelangi. Semakin beraneka ragam warnanya, semakin indah dipandangnya! Segala puji bagi Allah Zat yang maha adil, tidaklah terdapat sebuah kesulitan melainkan bersamaan dengannya hadir sebuah kenikmatan. Wallahua’ lam.
Keindahan 1 Januari
Bandung, aku datang.......

Bandung....
Ngga’ disangka sudah sekitar dua bulan gw menetap di kota ini. Padahal kota ini dulu pernah ngebuat gw trauma. I have something trauble in this city. Gw pernah ketipu dengan kelemah lembutan kota ini. Dibalik tutur kata yang lembut serta sopan santun tingkah laku yang sudah menjadi budaya di kota ini, ternyata terdapat juga orang yang tega menipu, dan gawatnya lagi yang ditipu ntu gw man! Teteh2, akang2.. mbo’ yo liat2 kalo mau nipu! Ulah abdi atuh yang di tipu, but udah takdir, ya...mau diapain lagi? Qoddarullaahu wamasa’afaal. Namanya juga penipu, mau di Bandung , di Jakarta, or di kota-kota lainnya, ya...bakalan sama aja. Minggu – minggu awal gw menetap di Bandung, gw masih trauma banget sama kejadian itu. Bahkan untuk sekedar mendengar orang yang menyapa dengan logat khas Bandungnya yang meni lemah lembu tea’, bisa ngebuat gw jadi kuesel buangget! “ Senyam – senyum, puntan – punten, eh....nipu “. But seiring berjlannya waktu, sedikit demi sedikit trauma itu bisa terobati! Ternyata ngga semua orang bandung seperti itu. Mungkin waktu ntu gw emang lagi apes aje kali ye! Terlepas dari rasa traumatik gw yang mendalam, gw bersyukur banget bisa dapet kesempatan tuk sekolah di kota ini. Sedikit demi sedikit gw mulai belajar tentang kehidupan. Ngerasain bagaimana rasanya jauh dari orang tua, tanpa harus mengeluh pada orang tua, atas sagala yang gw alamin disini. Lagi pula gw ngerasa malu sama ponakan gw setiap kali gw ngeluh, walaupun sekedar mengeluh pada diri sendiri! Lw bayangin aja, ponakan gw tu udah lebih dulu ngerantau dari pada gw! Dan ngga tanggung – tanggung, dia tu ngerantau kenegri orang, di belahan bumi sebelah barat tepatnya di benua eropa, di Jerman Cuy...! ponakan gw ntu salah satu orang yang terus ngasih gw semangat untuk senantiasa optimis dalam hidup. “ Pomakan om, makasih ya untuk semuanya, jangan lupa sholat, jaga kesehatan n semoga berhasil disana, om cuma bisa bantu dengan do’a”. Btw kapan ya kita bisa tukeran coklat lagi? Wuuvf, saat ini Bandung menjadi kota yang sangat menyenangkan buat gw! Tempat gw belajar mengEksplor kemampuan yang ada pada diri gw. Gw pengen banget ngebahagiain orang tua gw, dunia dan akhirat! Dan semoga semuanya itu berawal dari sini, saat gw belajar disini hingga akhirnya nanti gw lulus dengan nilai terbaik! Amiin. Untuk siapa aja yang ngebaca blog ini, gw minta untuk mengamiinkan do’a gw! Semoga Allah kabulkan. Bandung ... please, bantuin gw untuk bisa bahagiakan orang tua gw! Ok!!
Sunday, October 08, 2006
Memperbaiki Birrul Walidain Kita

Suatu hari ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta kekayaan dan anak. Sementara ayahku berkeinginan menguasai harta milikku dalam pembelanjaan. Apakah yang demikian ini benar?” Maka jawab Rasulullah, “Dirimu dan harta kekayaanmu adalah milik orang tuamu.” (Riwayat Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah).
Begitulah, syari’at Islam menetapkan betapa besar hak-hak orang tua atas anaknya. Bukan saja ketika sang anak masih hidup dalam rengkuhan kedua orang tuanya, bahkan ketika ia sudah berkeluarga dan hidup mandiri. Tentu saja hak-hak yang agung tersebut sebanding dengan besarnya jasa dan pengorbanan yang telah mereka berikan. Sehingga tak mengherankan jika perintah berbakti kepada orang tua menempati ranking ke dua setelah perintah beribadah kepada Allah dengan mengesakan-Nya. Allah berfirman, “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapakmu.” (An-Nisa:36)
Birrul Walidain, Bagaimana Caranya?
Sebagai anak, sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengekspresikan rasa bakti dan hormat kita kepada kedua orang tua. Memandang dengan rasa kasih sayang dan bersikap lemah lembut kepada mereka pun termasuk birrul walidain. Allah berfirman, “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.” (Al-Isra’:23)
Dalam kitab “Adabul Mufrad, Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat bersumber dari Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir melalui Urwah, menjelaskan mengenai firman Allah : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang.” Maka Urwah menerangkan bahwa kita seharusnya tunduk patuh di hadapan kedua orang tua sebagaimana seorang hamba sahaya tunduk patuh di hadapan majikan yang garang, bengis, lagi kasar.
Pada suatu ketika, ada seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia bersama seorang laki-laki lanjut usia. Rasulullah bertanya, ”Siapakah orang yang bersamamu?” Maka jawab laki-laki itu, “Ini ayahku”. Rasulullah kemudian bersabda, “Janganlah kamu berjalan di depannya, janganlah kamu duduk sebelum dia duduk, dan janganlah kamu memanggil namanya dengan sembarngan serta janganlah kamu menjadi penyebab dia mendapat cacian dari orang lain.” (Imam Ath-Thabari dalam kitab Al-Ausath)
Berbakti kepada orang tua tak terbatas ketika mereka masih hidup, tetapi bisa dilakukan setelah mereka wafat. Hal itu pernah ditanyakan oleh seorang sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah menjawab, “Yakni dengan mengirim doa dan memohonkan ampunan . Menepati janji dan nadzar yang pernah diikrarkan kedua orang tua, memelihara hubungan silaturahim sera memuliakan kawan dan kerabat orang taumu.” Demikian Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hiban meriwayatkan bersumber dari Abu Asid Malik bin Rabi’ah Ash-Sha’idi
Bukan dalam Syirik dan Maksiyat
Meski kita diperintah untuk taat dan patuh kepada mereka, namun hal itu tak berlaku ketika keduanya memerintahkan kita untuk menyekutukan Allah dan bermaksiyat kepada-Nya. Rasulullah bersabda,”Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiyat kepada Allah.” (Riwayat Ahmad)
Kita tentu ingat kisah seorang sahabat, Sa’ad bin Waqash yang diberi dua buah opsi oleh ibunya yang masih musyrik: kembali kepada kemusyrikan atau ibunya akan mogok makan dan ,minum sampai mati. Ketika sang ibu tengah melakukan aksinya selama tiga hari tiga malam, beliau berkata,”Wahai Ibu, seandainya Ibu memiliki 1000 jiwa kemudian satu per satu meninggal, tetap aku tidak akan meninggalkan agama baruku (Islam). Karena itu, terserah ibu mau makan atau tidak.” Melihat sikap Sa’ad yang bersikeras itu maka ibunya pun menghentikan aksinya. Sehubungan dengan peristiwa itu, Allah menurunkan ayat: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman:15). Jadi, kalau ortu ngajak ke arah kemusyrikan maka tidak wajib kita mentaati mereka. Hanya saja sebagai anak tetap berkewajiban bergaul dengan baik selama di dunia. Sikap santun harus senantiasa dijaga.
Awas: Durhaka!
Durhaka kepada orang tua (‘uquuqul walidain) termasuk dalam kategori dosa besar. Bentuknya bisa berupa tidak mematuhi perintah, mengabaikan, menyakiti, meremehkan, memandang dengan marah, mengucapkan kata-kata yang menyakitkan perasaan, sebagaimana disinggung dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan ‘ah’ kepada orang tua.” (Al-Isra’ : 23). Jika berkata ‘ah/cis/huh’ saja nggak boleh, apalagi yang lebih kasar daripada itu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa membuat hati orang tua sedih, berarti dia telah durhaka kepadanya.” (Riwayat Bukhari). Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda, “Termasuk perbuatan durhaka seseorang yang membelalakkan matanya karena marah.” (Riwayat Thabrani).
Orang tua kita, siapa pun orangnya, memang harus dihormati, apalagi jika beliau seorang muslim. Rasulullah pernah berpesan, “Seorang muslim yang mempunyai kedua orang tua yang muslim, kemudian ia senantiasa berlaku baik kepadanya, maka Allah berkenan membukakan dua pintu surga baginya. Kalau ia memiliki satu orang tua saja, maka ia akan mendapatkan satu pintu surga terbuka. Dan kalau ia membuat kemurkaan kedua orang tua maka Allah tidak ridha kepada-Nya.” Maka ada seorang bertanya, “Walaupun keduanya berlaku zhalim kepadanya?” Jawab Rasulullah, “Ya, sekalipun keduanya menzhaliminya.” (Riwayat Bukhari)
Berhubungan dengan orang tua memang harus hati-hati. Jangan sampai hanya karena emosi, kelalaian, ketidaksabaran plus rasa ego kita yang besar, kita terjerumus ke dalam ‘uququl walidain yang berarti kemurkaan Allah. Na’udzubillah. Bukankah dalam sebuah hadits Rasulullah pernah berpesan bahwa keridhaan Allah berada dalam keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada dalam kemarahan orang tua? Dus, selagi masih ada waktu dan kesempatan, tunjukkanlah cinta, sayang, hormat, dan bakti kita kepada keduanya, hanya untuk satu tujuan: meraih cinta, ampunan, pahala, dan ridha-Nya…
Wallahu A’lam.
Wednesday, July 19, 2006
Oleh Abu Ismail Muslim Al Atsari
Sabtu, 20 Desember 2003, 05:22:52 WIB 5703 klik Send this story to a friend Printable Version
Salah satu amalan yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku bermadzhab Syafi'i (termasuk sebagian besar muslimin di Indonesia) adalah qunut subuh. Diantara dalil-dalil yang digunakan adalah apa yang tercantum dalam kitab Al Adzkar An Nawawi sebagai berikut:
Imam An Nawawi berkata, Ketahuilah bahwa qunut shalat subuh adalah sunnah, karena ada hadits shahih di dalamnya, dari Anas radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan qunut di dalam (shalat) subuh hingga beliau meninggal dunia. (Hadits ini) diriwayatkan oleh al Hakim Abu Abdillah dalam kitab al Arba'in dan dia berkata shahih.
Setelah beliau (Imam Nawawi) menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa-i, Ibnu Majah dan Baihaqi tentang do'a qunut dalam witir -Allahummah dinii fii man hadait ...- beliau berkata, Dan dalam riwayat yang disebutkan al Baihaqi bahwa Muhammad bin al Hanafiyah yaitu Ibnu Ali bin Abi Thalib berkata, Sesungguhnya do'a ini (yaitu doa qunut witir) adalah do'a yang dibaca ayahku (Ali bin Abi Thalib) dalam shalat fajar di saat qunut.
Kemudian Imam Nawawi berkata, Telah berkata sahabat-sahabat kami, qunut dengan doa yang datang dari Umar bin Khaththab, maka itu baik juga, karena beliau (Umar) telah qunut di dalam shalat subuh setelah ruku' lalu berdoa -Allahumma inna nasta'inuka ...-.
Untuk menentukan suatu amalan itu bernilai wajib, sunnah atau bahkan bid'ah perlu diteliti dalil dan hujjah yang mendukungnya, shahih atau tidak, sebab tidak boleh berhujjah kecuali dengan riwayat yang shahih. Oleh karena perlu dibahas satu persatu dalil dan hujjah yang berkenaan dengan qunut subuh ini.
1. Hadits Pertama: Dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam terus menerus melakukan qunut di dalam shalat subuh sampai meninggalkan dunia.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abdurrazaq di dalam Al Mushannaf (3/110/4964), Ibnu Abi Syaibah (2/312), Ath Thahawi di dalam Syarhul Ma'ani (1/143), Ad Daruquthni (hal 178), Al Hakim dalam Al Arba'in, Al baihaqi dari jalan Al Hakim (2/201), Al Baghawi di dalam Syarhus Sunnah (3/123/739), Ibnul Jauzi di dalam Al Wahiyah (1/444-445) dan Ahmad (3/162) dari jalan Abu Ja'far Ar Razi dari Rabi' bin Anas dari Anas bin Malik.
Al Baghawi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Isnadnya hasan. Al Baihaqi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Isnadnya shahih dan para perawinya terpercaya... dan dia meyetujuinya. An Nawawi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Hadits shahih.
Sebenarnya hadits ini tidak shahih karena perawi yang bernama Abu Ja'far Ar Razi dilemahkan oleh para ulama. Ibnu At Turkumani berkata dalam membantah Al Baihaqi, Bagaimana bisa sanandnya shahih padahal perawi dari Rabi' yang bernama Abu Ja'far Isa bin Mahan Ar Razi adalah seorang yang diperbincangkan. Ibnu Hambal dan An Nasa-i mengatakan bahwa dia (Abu Ja'far) tidak kuat, sedangkan Abu Zur'ah berkata bahwa dia (Abu Ja'far) sering keliru dan Al Fallas berkata bahwa hafalannya (Abu Ja'far) buruk, bahkan Ibnu Hibban berkata bahwa dia (Abu Ja'far) menceritakan riwayat-riwayat yang mungkar dari orang-orang yang terkenal.
Ibnul Qayyim berkata dalam Zadul Ma'ad (1/99), Adapun Abu Ja'far, dia telah dilemahkan oleh Ahmad dan lainnya. Ibnul Madini berkata bahwa dia (Abu Ja'far) sering kacau. Abu Zur'ah berkata bahwa dia (Abu Ja'far) sering keliru.
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam At Taqrib, Dia seorang yang jujur, tetapi hafalannya buruk, khususnya (riwayat) dari Mughirah.
Az Zaila-i berkata dalam Nashbur Rayah (2/132) setelah meriwayatkan hadits tersebut, Hadits ini telah dilemahkan oleh Ibnul Jauzi di dalam At Tahqiq dan di dalam Al Mutanahiyah, dan beliau berkata bahwa hadits ini tidak shahih karena Abu Ja'far yang namanya Isa bin Mahan telah dikatakan oleh Ibnul Madini bahwa dia sering kacau (hafalannya)...
Selain itu hadits tersebut Mungkar karena bertentangan dengan dua hadits yang shahih yaitu:
Dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya tidak melakukan qunut kecuali apabila mendo'akan kebaikan bagi suatu kaum atau mendo'akan kecelakaan atas satu kaum. Diriwayatkan oleh Al Khathib di dalam kitabnya dari jalan Muhammad bin Abdullah Al Anshari (yang berkata): Sa'id bin Abi 'Arubah telah menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Anas bin Malik.
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya tidak melakukan qunut di dalam shalat subuh kecuali apabila mendo'akan kebaikan bagi suatu kaum atau mendo'akan kecelakaan atas satu kaum. Az Zaila-i (2/130) mengatakan: Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Ibrahim bin Sa'd dari Sa'id dan Abu Salamah dari Abu Hurairah.
Penulis kitab At Tanqih berkata, Dan sanad kedua hadits ini shahih, dan keduanya merupakan nash bahwa qunut (adalah) khusus pada nazilah.
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam Ad Dirayah (hal 117) setelah membawakan dua hadits itu, Isnad kedua hadits ini shahih.
2. Hadits Kedua: Bahwa Muhammad bin al Hanafiyah yaitu Ibnu Ali bin Abi Thalib berkata, Sesungguhnya do'a ini adalah do'a yang dibaca ayahku (Ali bin Abi Thalib) dalam shalat fajar di saat qunut.
Riwayat di atas dari Al Baihaqi adalah tidak shahih. Ada riwayat lain yang menyatakan bahwa doa tersebut adalah doa dalam qunut subuh, Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan qunut di dalam shalat subuh dan witir malam dengan kalimat-kalimat ini. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Fakihi dan Al Baihaqi dari jalan Abdul Majid, yaitu Ibnu Abdul Aziz bin Abi Rawad dari Ibnu Juraij yang mengatakan, Abdurrahman bin Hurmuz telah menceritakan hadits ini kepadaku.
Hadits di atas juga tidak shahih karena Abdul Majid ini lemah dari sisi hafalannya, sedangkan Ibnu Hurmuz dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar bahwa: Keadaanya perlu untuk dibuka (diteliti).
Syaikh Al Albani mengatakan, Di dalam jalan menuju Buraid dari yang kedua, yang didalamnya disebutkan qunut shalat subuh, ada perawi yang bernama Ibnu Hurmuz yang telah engkau ketahui keadaanya. Padahal pada jalan lain yang shahih tidak disebutkan. Berdasarkan hal ini maka -menurutku- qunut di dalam shalat subuh dengan menggunakan do'a ini tidak sah. (Irwaul Ghalil II/172-175, hadits no. 429).
Adapun doa qunut witir tersebut (yakni -Allahummah dinii fii man hadait ...-) diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Nashr, Ibnul Jarud dan Ath Thabarani di dalam Al Mu'jamul Kabir dari Yunus bin Abi Ishaq dari Buraid bin Abi maryam As Saluli dari Abil Haura' dari Al Hasan bin Ali yang berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan di dalam qunut witir. dan Isnadnya shahih.
3. Perkataan Imam Nawawi yang menyatakan bahwa doa Umar tersebut beliau ucapkan di saat qunut subuh itu memang benar. Akan tetapi sebenarnya doa tersebut adalah untuk qunut nazilah sebagaimana diketahui dari doa beliau yang memohon kecelakaan atas orang-orang kafir. Imam Nawawi berkata, Ketahuilah bahwa yang diriwayatkan dari Umar, Siksalah orang-orang kafir Ahli Kitab, karena peperangan para sahabat pada waktu itu melawan Ahli Kitab. Adapun sekarang yang dipilih hendaklah mengatakan, Siksalah orang-orang kafir, karena hal itu lebih umum. Dari sini jelaslah bahwa do'a Umar tersebut adalah doa qunut nazilah yang tidak menafikan hal itu dilakukan di saat shalat subuh.
Banyak para ulama yang berpendapat tidak disyari'atkannya qunut subuh terus menerus (sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan orang), di antaranya:
1. Abu Malik Al Asyja'i, beliau berkata: Aku bertanya kepada bapakku, Wahai bapakku, sesungguhnya engkau telah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali di sana, di Kuffah sekitar lima tahun. Apakah mereka semua melakukan qunut fajar? Bapakku menjawab, Hai anakku, itu perkara baru. (HSR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa-i, Ibnu Majah, Thahawi, Ibnu Abi Syaibah, Thayalisi dan Al Baihaqi dari beberapa jalan dari Abu Malik).
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Oleh karena inilah tatkala Ibnu Umar ditanya tentang qunut (subuh) terus menerus, beliau menjawab, Kami tidak pernah mendengar dan tidak pernah melihat. (Majmu' Fatawa XXIII/101).
3. Ishaq Al Harbi berkata: Saya mendengar Abu Tsaur bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hambal, Bagaimana pendapat anda tentang qunut di waktu subuh? Abu Abdillah menjawab, Qunut itu hanyalah di waktu nawazil. (Ash Shalat wa Hukmu Tarikiha: 216 dinukil dari Al Qaulul Mubin:131).
Disebutkan di dalam biografi Abul Hasan Al Karji Asy Syafi'i yang wafat pada tahun 532 H bahwa beliau tidak melakukan qunut di dalam shalat subuh (padahal beliau bermadzhab Syafi'i). Dan beliau menyatakan, Di dalam bab itu tidak ada satu haditspun yang shahih.
Syeikh Al Albani berkata, Hal ini di antara yang menunjukkan ilmu dan keadilan beliau (Abul Hasan Al Karji Asy Syafi'i). Dan bahwa beliau termasuk orang-orang yang diselamatkan oleh Allah dari cacat-cacat ta'ashub madzhab. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk mereka dengan karunia-Nya dan kemurahan-Nya.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Thursday, June 08, 2006
Sesungguhnya Agama Itu Mudah

Sesungguhnya Agama Itu Mudah
Kerap kali manusia mengulang-ulang perkataan ini (yaitu ucapan “Sesungguhnya agama itu mudah”, akan tetapi (sebenarnya) mereka (tidak menginginkan) dengan ucapan itu, untuk tujuan memuji Islam, atau melunakkan hati (orang yang belum mengerti Islam) dan semisalnya. Yang diinginkan oleh mereka adalah pembenaran terhadap perbuatan mereka yang menyelisihi syariat. Maka bagi mereka kalimat itu adalah kalimat haq, yang kebatilan diinginkan dengannya.
Ketika salah seorang diantara kita ingin memperbaiki perbuatan yang menyalahi syariat, orang-orang yang menyelisihi (syariat) berhujjah dengan perkataan mereka : “Islam adalah agama yang mudah”. Mereka berusaha mengambil keringanan yang sesuai dengan hawa nafsu mereka, dengan sangkaan bahwa mereka telah menegakkan hujjah bagi orang yang menasehati mereka agar mengikuti syariat yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Orang-orang yang menyelisihi syariat itu hendaknya mengetahui bahwa Islam adalah agama yang mudah. (Akan tetapi maknanya adalah) dengan mengikuti keringanan-keringanan yang diberikan oleh Allah dan RasulNya kepada kita.
Allah dan RasulNya telah memberi keringanan bagi kita, ketika kita membutuhkan keringanan itu dan ketika adanya kesulitan dalam mengikuti (melaksanakan perintah) yang sebenarnya.
Asal dari ungkapan “Sesungguhnya agama itu mudah” adalah penggalan kalimat dari hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi , beliau bersabda :
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah pertengahan (yaitu tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (didalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat”.
Al Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani menerangkan ungkapan “Sesungguhnya agama itu mudah” dalam kitabnya yang tiada banding (yang bernama) :
Fathul baari syarh shohih bukhari (1/116)
Al Hafidh berkata : “Islam itu adalah agama yang mudah, atau dinamakan agama itu mudah sebagai ungkapan lebih (mudah) dibanding dengan agama-agama sebelumnya. Karena Allah mengangkat dari umat ini beban (syariat) yang dipikulkan kepada umat-umat sebelumnya. Paling jelasnya contoh tentang hal ini adalah (seperti dalam masalah taubat), taubatnya umat terdahulu adalah dengan membunuh diri mereka sendiri. Sedangkan taubatnya umat ini adalah dengan meninggalkan (perbuatan dosa) dan berazam (mempunyai kemauan kuat untuk tidak mengulangi).
Kalau kita melihat hadits secara teliti, dan melihat kalimat sesudah ungkapan “agama itu mudah “ (dalam hadits itu), kita dapati bahwa Rasulullah memberi petunjuk kepada kita bahwa seorang muslim wajib tidak berlebih-lebihan dalam perkara ibadahnya, sehingga (karena berlebih-lebihan) ia akan melampau batas dalam agama, dengan membuat perkara bid’ah yang tidak ada asalnya dalam agama (karena mengharapkan pahala).
Sebagaimana keadaan tiga orang yang ingin membuat perkara baru (dalam agama). Salah seorang diantara mereka berkata : “Saya tidak akan menikahi perempuan”, yang lain berkata : “Saya akan berpuasa sepanjang masa dan tidak berbuka”, yang ketiga berkata : “Saya akan shalat malam semalam suntuk”. Maka Rasulullah melarang mereka dari hal itu semua, dan memberi pengarahan kepada mereka agar membaguskan amal semampu mereka, dan hendaknya dalam mendekatkan diri kepada Allah, (beribadah) dengan ibadah yang telah diwajibkan Allah kepada mereka.
Dan hendaknya mereka tidak membuat-buat perkara yang tidak ada asalnya dalam agama ini, karena mereka sekali-kali tidak akan mampu (mengamalkannya), (sebagaimana hadits Rasulullah) “Maka sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan”.
Maka ungkapan “Agama itu mudah” maknanya adalah : “Bahwa agama yang Allah turunkan ini semuanya mudah dalam hukum-hukum, syariat-syariatnya”. Dan kalaulah perkara (agama) diserahkan kepada manusia untuk membikinnya , niscaya seorangpun tidak akan mampu beribadah kepada Allah.
Maka jika orang-orang yang menyelisihi syariat tidak mendapatkan “kekhususan” (tidak mendapat celah pembenaran perbuatan mereka) dengan hadits diatas, mereka akan lari kepada hadits-hadits lain, yang mereka berhujjah dengannya bagi perbuatan bermudah-mudahannya (mereka) dalam perkara agama.
Dari hadits-hadits (yang dibuat hujjah mereka), adalah sabda Rasulullah : “Sesungguhnya Allah menyukai keringanan-keringanannya diambil sebagaimana Dia membenci kemaksiatannya didatangi”.
Dalam riwayat lain : “Sebagaimana Allah menyukai kewajiban-kewajibannya didatangi”.
Hadits yang lain (yang dijadikan hujjah mereka) adalah sabda nabi :
“Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin (orang) lari (dari kebenaran) dan saling membantulah (dalam melaksanakan tugas) dan jangan berselisih”.Hadist riwayat Bukhari dan Muslim
Hadits yang ketiga :
“Mudahkanlah, janganlah mempersulit dan membikin (orang) lari (dari kebenaran)”
Adapun hadits yang pertama, wajib bagi kita untuk mengetahui bahwa keringanan-keringanan dalam agama Islam banyak sekali, diantaranya : berbukanya musafir ketika bepergian, orang yang tertinggal dalam salat boleh mengqhadha (mengganti), orang yang tertidur atau lupa boleh mengqadha shalat, orang yang tidak mendapatkan binatang sembelihan dalam haji tamattuq boleh berpuasa, tayammum sebagai ganti wudhu ketika tidak ada air atau ketika tidak mampu untuk berwudhu…..dan lain-lainnya dari banyak keringanan yang tidak diamalkan kecuali jika kesulitan dalam melaksanakan amal perbuatan yang (diperintahkan).
Dan perlu disini kita perhatikan, bahwa keringanan-keringanan ini adalah syariat Allah dan sunnah Rasulullah (dengan izin Allah). Dan tidak diperbolehkan seorang muslim manapun, untuk mendatangkan keringanan (dalam masalah agama) tanpa dalil, karena hal ini adalah (termasuk) mengadakan perkara baru dalam agama yang tidak berdasar.
Dan perhatikanlah wahai saudaraku sesama muslim (surat al-Baqarah ayat 185), yang menceritakan tentang puasa dan keringanan berbuka bagi orang yang sakit atau bepergian, lalu firman Allah sesudah ayat itu :
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” al-Baqarah : 185
Ayat ini menerangkan makna mudah (menurut Allah), yang maknanya adalah keringanan itu datangnya dari sisi Allah saja, tiada sekutu baginya. Atau (keringanan itu) dari syariat Rasulullah dengan wahyu dari Allah. Ayat ini juga menerangkan bahwa makna mudah itu dengan mengikuti hukum Allah (yang tiada sekutu baginya) dan mengikuti syariatNya. Inilah yang berkenaan dengan hadits yang pertama tadi.
Adapun hadits yang kedua dan tiga, maka pengambilan dalil yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti hawa nafsu serta menyelisihi syariat (dengan kedua hadits itu) adalah batil, dan termasuk merubahan sabda Nabi dari makna yang sebenarnya, dan keluar dari makna yang dimaksud.
Tafsir kedua hadits yang lalu berhubungan dengan para dai yang menyeru kepada agama Islam. Dalam kedua hadits itu Rasulullah memantapkan kaidah penting dari kaidah-kaidah dasar dakwah kepada Allah, yaitu berdakwa dengan lembut dan tidak kasar. Maka dakwah para dai yang sepatutnya disampaikan pertama kali kepada orang-orang kafir adalah Syahadat, lalu shalat, puasa, zakat. Kemudian (hendaknya) mereka menjelaskan kepada manusia sunnah Rasulullah, lalu menerangkan amal perbuatan yang wajib, yang sunnah dan yang makruh. Jika melihat suatu kesalahan yang disebabkan karena kebodohan atau lupa, mak hendaklah bersabar dan mendakwahi manusia dengan penuh kasih sayang dan kelembutan serta tidak kasar. Allah berfirman :
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Surat Ali Imran : 159)
Sesudah memahami hadits-hadits itu, dan penjelasan makna keringanan dan mudah. Saya berkata kepada orang-orang yang merubah dan mengganti makna-makna hadits-hadits tersebut (karena mereka ingin mengenyangkan hawa nafsu mereka dengan perbuatan itu).
Bertaqwalah kepada Allah dan ikutilah apa yang diperintahkan kepada kalian, dan jauhilah laranganNya, dan tahanlah (diri kalian) dari merubah sunnah Rasulullah, dan takutilah suatu hari yang kalian dikembalikan kepada Allah lalu setiap jiwa akan disempurnakan dengan apa yang ia usahakan. Dan takutlah kalian dari diharamkan dari mendatangi telaga Nabi lantaran kalian mengganti agama Allah dan merubah sunnah Rasulullah.
Saya mengharapkan dari Allah yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri agar memberi petunjuk kepada kita dan kaum muslimin seluruhnya untuk mengikuti Al Qur’an dan Sunnah NabiNya, dan agar Allah mengajarkan kepada kita ilmu yang bermanfaat, dan memberi manfaat dari apa yang Dia ajarkan, serta memelihara kita dari kejahatan perbuatan bid’ah dan penyelewengan, serta kejahatan mengubah dan mengganti (syariat Allah).
Sunday, May 21, 2006
Imam Syafii
Imam Syafi’i rahimahullah dilahirkan bertepatan dengan meninggalnya Imam Abu Hanifah oleh karena itu orang-orang berkata : “telah meninggal Imam dan lahirlah Imam”. Pada usia 7 tahun beliau telah menghafal Al Qur’an. Dan suatu sifat dari Imam Safi’i adalah, jika beliau melihat temannya diberi pelajaran oleh gurunya, maka pelajaran yang dipelajari oleh temannya itu dapat beliau pahami. Demikian pula jika ada orang yang membacakan buku dihadapan Imam Syafi’i, lalu beliau mendengarkannya, secara spontan beliau dapat menghafalnya. Sehingga kata gurunya : “Engkau tak perlu belajar lagi di sini (lantaran kecerdasan dan kemampuan beliau untuk menyerap dan menghafal ilmu dengan hanya mendengarkan saja)”.
Setelah beberapa tahun di Makkah, Imam Syafi’i pergi ke tempat Bani Hudzail dengan tujuan untuk belajar kepada mereka. Bani Hudzail adalah Kabilah yang paling fasih dalam berbahasa Arab. Beliau tinggal di tempat Bani Hudzail selama 17 tahun. Ditempat ini beliau beliau banyak menghafal sya’ir-sya’ir, memahami secara mendalam sastra Arab dan berita-berita tentang peristiwa yang dialami oleh orang-orang Arab dahulu.
Pada suatu hari beliau bertemu dengan Mas’ab bin Abdullah bin Zubair yang masih ada hubungan famili dengan beliau. Mas’ab bin Abdullah berkata : “Wahai Abu Abdullah (yaitu Imam Syafi’i), sungguh aku menyayangkanmu, engkau sungguh fasih dalam berbahasa Arab, otakmu juga cerdas, alangkah baiknya seandainya engkau menguasai ilmu Fiqih sebagai kepandaianmu.” Imam Syafi’i : “Dimana aku harus belajar?” Mas’ab bin Abdullah pun menjawab : “Pergilah ke Malik bin Anas”. Maka beliau pergi ke Madinah untuk menemui Imam Malik. Sesampainya di Madinah Imam Malik bertanya : “Siapa namamu?”. “Muhammad” jawabku. Imam Malik Berkata lagi : “Wahai Muhammad bertaqwalah kepada Allah dan jauhilah laranganNya maka engkau akan menjadi orang yang disegani di kemudian hari”. Esoknya beliau membaca al Muwaththa’ bersama Imam Malik tanpa melihat buku yang dipegangnya, maka beliau disuruh melanjutkan membaca, karena Imam Malik merasa kagum akan kefasihan beliau dalam membacanya.
Al Muwaththa’ adalah kitab karangan Imam Malik yang dibawa beliau dari seorang temannya di Mekkah. Kitab tersebut beliau baca dan dalam waktu 9 hari, dan beliau telah menghafalnya.Beliau tinggal di Madinah sampai Imam Malik meninggal dunia, kemudian beliau pergi ke Yaman.
Kunjungan Imam Syafi’i Keberbagai Tempat
Sudah menjadi kebiasaan ulama’-ulama’ pada masa Imam Syafi’i yaitu berkunjung ke berbagai negeri untuk menimba ilmu di tempat tersebut. Mereka tidak perduli terhadap rintangan-rintangan yang akan mereka hadapi. Demikian pula Imam Syafi’i berkunjung ke berbagai tempat untuk menimba ilmu dengan sungguh-sungguh dan memperoleh manfaatnya. Sebagaimana yang telah diketahui tentang perjalanannya dari Mekkah ke Bani Hudzail, kemudian kembali ke Mekkah dan perjuangannya untuk menemui Imam Malik, dan setelah meninggalnya Imam Malik beliau pergi keYaman dan selanjutnya pergi ke Baghdad dan kembali ke Madinah , dan setelah itu kembali lagi ke Baghdad kemudian ke Mesir.
Kunjungan-kunjungan itu menghasilkan banyak ilmu dan pengalaman baginya serta membuatnya gigih dalam menghadapi berbagai rintangan dalam membela kebenaran dan membela Sunnah Rasulullah saw. Sehingga namanya menjadi terkenal dan disegani umat Islam di zamannya.
Imam Ahmad Bin Hambal berkata tentang gurunya Imam Syafi’i rahimahullah telah diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
"Inna Allaha yub'astu lihadzihil ummah 'ala ra'si kulla miati sanatin man yujaddidu laha diinaha"
“Sesungguhnya Allah swt mengutus (mengirim) seseorang kepada umat ini setiap seratus tahun untuk memperbarui urusan agamanya”. (shahih sunan Abu daud hadits no : 4291)
Kemudian Imam Ahmad bin Hambal menambahkan dengan berkata : “Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang pertama dan mudah-mudahan Imam Syafi’i adalah yang kedua”.
Ilmu Yang Dimiliki Oleh Imam Syafi’i rahimahullah
Imam Syafii rahimahullah memiliki ilmu yang luas seperti yang dikatakan Ar Rabbii bin Sulaiman : “Setiap selesai shalat shubuh Imam Syafi’i selalu duduk dikelilingi orang-orang yang ingin bertanya tentang tafsir Al Qur’an. Dan seandainya matahari telah terbit, barulah orang-orang itu berdiri dan bergantian dengan orang-orang lain yang ingin bertanya juga tentang hadits, serta tafsirnya. Beberapa jam kemudian ganti orang-orang lain untuk bertanya-jawab. Dan sebelum waktu dhuhur mereka pergi disusul oleh orang-orang yang bertanya tentang nahwu, urudh dan syai’r sampai waktu dhuhur”. Mas’ab bin Abdullah Az Zubairi berkata : “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih mengetahui peristiwa tentang orang-orang Arab dahulu seperti Imam Syafi’i”. Abu Isma’il At Tarmudzi juga berkata : “Aku perna mendengar Ishak bin Rahawih berceritra : “ketika kami berada di Makkah Imam Bin Hambal rahimahullah, berkata kepadaku : “Wahai abu Ya’kub belajarlah kepada orang ini ”Seraya memandang Imam Syafi’i””.
Kemudian aku berkata : “Apa yang akan aku peroleh dari orang ini, sementara usianya hampir sama dengan kita? Apakah aku tidak merugi seandainya meninggalkan Ibnu Uyainah dan Mugni?”. Imam Ahmad pun menjawab : “Celaka engkau! Ilmu orang-orang itu dapat engaku tinggalkan tapi Ilmu orang ini tidak dapat”. Lalu aku belajar padanya.
Imam Ahmad bin hambal menambahkan tentang Imam Syafi'I, adalah beliau orang yang paling paham (pengetahuannya) tentang Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
Kesederhanaan Dan ketaatan Imam Syafi’i Pada Kebenaran
Al Imam Syafi'i rahimahullah terkenal akan kesederhanaan dan (ketaatan) dalam menerima kebenaran. Hal ini telah dibuktikan dalam diskusi-diskusi dan tadarus-tadarusnya serta pergaulan murid-murid, teman-teman dan orang umum. Banyak orang yang telah meriwayatkan sifat-sifat yang telah dimilikioleh Imam Syafi'i yang seolah-olah sifat itu hanya dimiliki oleh beliau saja.
Al Hasan bin Abdul Aziz Al Jarwi Al Masri (dia adalah Abu Ali Al Judzami, guru Syeikh Al Bukhari yang meninggal di Baghdad pada tahu 257 H) berkata : “As Syafi’i mengatakan : “tidak pernah terbesit dalam hatiku agar seseorang bersalah bila berdiskusi denganku, malah aku menginginkan agar semua ilmu yang kumiliki juga dimiliki oleh semua orang tanpa menyebut namaku””.
Dan Ar Rabii berkata : “Ketika aku mengunjungi As Syafi’i sakit, beliau masih sempat menyebutkan buku-buku yang telah ditulisnya dan berkata : “Aku ingin semua orang membacanya tanpa mengkaitkanya dengan namaku””.
Harmalah bin Yahya juga mengatakan : “Aku pernah mendengar As Syafi’i berkata : “Aku ingin setiap ilmu yang kumiliki, dimiliki oleh semua orang dan aku mendapatkan pahalanya tanpa ucapan terima kasih dari orang-orang itu”.” Beliau juga mengatakan demikian :
"Idza wajadtum fii kitaabii khilafa sunnati rasulillahi sallallahu 'alaihi wasallam, fakuuluu sunnati rasulillahi sallallahu 'alaihi wasallam, wa da'uu ma kultu"
“jika kalian mendapati dalam kitabku (suatu tulisan) yang menyelisihi sunnah Rasulullah saw , maka ambillah sunnah Rasulullah saw dan tinggalkan perkataanku.
Dan beliau juga berkata :
"Idza sohhal hadits fahuwa madzhabii"
“jika hadits Nabi saw (derajatnya) shahih, maka itulah madhabku”
"Kullu haditsin 'anin nabi saw fahuwa kaulii, wain lam tasma'uu minni"
“setiap hadits dari Nabi saw adalah pendapatku, walaupun kalian tidak pernah mendengarkan dariku”
"Kullu maa kultu, fakaana 'aninnabiyyi khilafu kaulii mimma yashihhu, fahadtsun nabiyyi awlaa, falaa tukalliduunii"
“segala pendapat yang aku katakan ,sedangkan hadits Nabi saw yang shahih menyelisihi perkataanku, maka hadits Nabi saw lebih utama (untuk diikuti) , dan janganlah kalian taklid kepadaku”.
Imam Syafi'i rahimahullah sendiri berkata : “Demi Allah aku belum pernah berdiskusi dengan seseorang kecuali dengan tujuan nasihat”. Seandainya aku menyampaikan tentang kebenaran kepada seseorang dengan bukti-bukti yang tepat, lalu diterima dengan baik, maka aku akan menjadi sayang dan akrab dengan orang tersebut. Sebaliknya jika orang tersebut sombong dan membantah bukti-bukti tadi, maka seketika itu juga orang tersebut jatuh dalam pandanganku”.
Dan beliau juga berkata : “ketahuilah bahwa perbuatan yang terberat itu ada tiga : “Memiliki harta sedikit tetapi dermawan. Takut kepada Allah swtdalam kedaaan sepi, dan mengatakan kebenaran kepada orang yang diharapkan serta ditakuti banyak orang”.
Ketaatannya Dan Ibadahnya Kepada Allah swt.
Tentang ketaatan Imam Syafii dan ibadahnya kepada Allah, semua orang yang bergaul dengannya, guru maupun murid, tetangga maupun teman, semuanya mengakuinya.
Ar Rabii bin Sulaiman mengatakan : “Imam Syafii telah mengkhatamkan Al Qur'an sebanyak 60 kali di bulan Ramadhan yang kesemuanya itu terbaca dalam shalatnya”. Dan Imam Syafii pernah berkata kepadaku : “Semenjak usia 16 tahun aku belum pernah merasa kenyang, kecuali hanya sekali saja. Karena kenyang itu memberatkan badan, mengeraskan hati dan dapat menghilangkan kecerdasan, mendatangkan rasa kantuk serta membuat malas seseorang untuk beribadah”.
Rabii juga mengatakan bahwa Syafi’i membagi malam menjadi tiga bagian, bagian pertama untuk menulis, bagian kedua untuk shalat dan bagian ketiga untuk tidur.
Kedermawanannya
Imam Syafi'i rahimahullah terkenal dengan kedermawanannya. Hal ini tidak bisa dipungkiri atau diragukan lagi. Muhammad bin Abdullah Al Misri berkata : “Imam Syafii adalah orang yang paling dermawan terhadap apa yang dimilikinya”.
Dan Amr bin Sawwad As Sarji berkata : “Imam Syafii adalah orang yang paling dermawan dalam hal keduniaan. Beliau pernah berkata kepadaku : “Aku pernah bangkrut sebanyak tiga kali dalam hidupku, sampai aku menjual semua barang-barang yang aku miliki, baik yang mahal maupun yang murah, juga perhiasan anak dan istriku tetapi aku belum pernah menggadaikannya””.
Muhammad Al Busti As Sajastani juga mengatakan : “Imam Syafi'i rahimahullah belum pernah menyimpan sesuatu karena kedermawanannya”. Al Humaidi juga berkata tentang Syafi’i ketika beliau datang dari Makkah, Imam Syafii membawa uang sebanyak 10.000 dinar, kemudian bermukim di pinggiran kota Makkah, dan dibagi-bagikan uang itu kepada orang yang mengunjunginya. Dan ketika beliau meninggalkan tempat itu uangnya sudah habis.
Ar Rabbii’ menambahkan tentang hal ini : “Seandainya Imam Syafi’i didatangi oleh seseorang untuk meminta kepadanya, maka wajahnya merah karena malu kepada orang tersebut, lalu dengan cepat dia akan memberinya”.
Bukti-bukti tentang kedermawanan Imam Syafi'i rahimahullah banyak sekali dan tidak mungkin untuk mengungkapkannya di dalam lembaran yang pendek ini.
Wafatnya Imam Syafi'i rahimahullah Di Mesir (Di Fisthath) Tahun 204 H
Al Muzni berkata ketika aku mengunjungi beliau yang sakit yang tidak lama kemudian beliau meninggal, aku bertanya kepadanya bagaimana keadaanmu? Beliau menjawab : “Tidak lama lagi aku akan meninggalkan dunia ini, meninggalkan saudara-saudaraku dan akan menjumpai Allah swt. Aku tidak tahu apakah aku masuk surga atau neraka”. Kemudian beliau menangis dan mengucapkan sebuah sya’ir
"Falamma kosaa kalbii wa dookot madzahidii
ja'altu rajaai nahwa 'afwika sullamaa"
“ketika hatiku membeku dan menyempit semua jalan bagiku,
aku jadikan harapanku sebagai tangga untuk menuju ampunanMu”.
Rabii’ bin Sulaiman berkata : “Al Imam Syafi'i meningl dunia pada malam jum’at, sehabis isya’ akhir bulan Rajab. Kami menguburkannya pada hari jum’at, dan ketika kami meninggalkan pemakaman itu kami melihat bulan (hilal) Sya’ban 204”.
Ar Rabbii’ bercerita : “Beberapa hari setelah berpulangnya Imam Syafi'i rahimahullah ke Rahmatullah dan ketika itu kami sedang duduk berkeliling seperti tatkala Imam Syafi’i masih hidup, datang seorang badui dan bertanya : “Dimana matahari dan bulan (yaitu Imam Syafi’i) yang selalu hadir di tengah-tengah kalian?” kami menjawab : “Beliau telah wafat” kemudian orang itu menangis tersedu-sedu seraya berkata : “Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosanya, sesungguhnya beliau dengan kata-kata yang indah telah membuka bukti-bukti yang dahulu tidak pernah kita ketahui. Dan mampu membuat bungkam musuh-musuhnya dengan bukti yang benar. Serta telah mencuci besih wajah-wajah yang menghitam karena aib dan membuka pintu-pintu yang dulu tertutup dengan pendapat-pendapatnya”. Setelah berucap kata-kata itu dia meninggalkan tempat itu”.
Ibnu Khollikan (penulis buku Wafiati A’yan) berkata : “Seluruh ulama’ hadits, fiqhi, usul, lughah, nahwu dan lain-lain sepakat bahwa Al Imam Syafi'i rahimahullah adalah orang yang tidak diragukan lagi kejujurannya, amanatnya, adilnya, zuhudnya, taatnya, akhlaqnya, kedermawannya dan kewibawaannya dikalangan para ulama’”.
Abu Hasan Al Razi berkata : “Aku belum pernah melihat Muhammad Al Hasan mengagungkan seorang ulama’ seperti dia mengagungkan Al Imam Syafi'i rahimahullah.”.
Abdullah din Ahmad bin Hambal betanya kepada ayahnya : “Ayah, bagaimana Imam Syafi'i itu? Aku sering kali melihatmu mendoakannya”.
Imam Ahmad bin hambal menjawab : “ketahuilah anakku, bahwa Imam Syafi'i itu ibarat matahari bagi dunia dan kesehatan bagi manusia. Seandainya keduanya itu tidak ada, bagaimana mungkin dapat digantikannya dengan yang lain?”.
Maraji':
- Diwan Asy Syafi'i.
- Tarikh Al Mudzahib Al Islamiyyah oleh Asy Syaikh Muhammad Abu Zuhroh.
- Sifat Shalat Nabi saw karya Syaikh Muhammad Nashirudin Albani.
Saturday, January 07, 2006
thank For you...Friends

DENGAN NAMA ROOB YANG MAHA AGUNG, Segala puji bagi-Mu penguasa yang memiliki ARSY yang Agung!! Tidaklah diciptakan sesuatu oleh NYA melainkan saling berimbang dan berpasang2n. IA ciptakan mulut dan bersamaan dengan itu IA ciptakan pula makanannya. Tidaklah IA menghidupkn makhluk melainkan IA tetapkan rejaki sesuai dengan ketetapanNya. Begitu juga dengan kehidupan kita sehari-hari. Ada yang tidak suka (mamusuhi) kita, tetapi ada pula yang mau bersahabat dengan kita.
Suatu saat saya pernah merasakan sangat bahagia ketika saya bisa berbuat sesuatu untuk teman saya. Mengapa saya sangat bahagia? Karena teman saya pada saat itu juga sedang bahagia. Saya ingin membuktikan perkataan kebanyakan orang "Kita harus bahagia saat oranglain merasa bahagia". Ternyata hal tersebut terbukt. Tetapi bagaimana dengan kebalikannya? Bisa tidak ya.. seseorang merasakan sedih saat orang lain dalam keadaan sedih???
Suatu malam tgl 5, bln...,th..., saat saya mulai membaringkan badan(hendak tidur) tiba2 Hp saya berbunyi(ad sms) padahal saya hendak cepat-cepat tidur untuk sejenak menghilangkan kepenatan dalam otak. Akhirnya saya baca sms tersebut, ternyata ini dari salah seorang teman baik saya! Dia ingin memberi tau kalau saat itu dirinya sedang bahagia! Sepontan saja rasa pusing karena masalah yang sedang saya hadapi itu hilang & saya langsung telp teman saya itu, karena saya berharap dapat merasakan kebahagiaan yang sedang dia rasakan! Tetapi tetap saja seusainya saya telp, saya ingat kembali dengan masalah yang sedang saya alami! Celakanya saya menjadi bertambah pusing. Akhirnya saya smsan malam itu dengannya, dan iya sempat berkata "If you wanna tell some Think lw bs prcaya gw tu dngerin mslh lw, klo ad mslh BAGI2". "Gw tetap menelan masalah gw itu sendirian, tanpa bercerita apapun ke teman gw itu"
Saya ingin merenungi masalah itu sendirian (MERENUNGI? gaya lw Om!).
Malam itupun berlalu, pd ksempatan yang lainnya, lagi-lagi saya memiliki masalah(namanya juga orang hidup) dan teman sayapun lagi-lagi menawarkan bantuannya. Saya tetap bungkam. Finally ... tebak apa yang dikatakan teman saya(masih dengan orang yang sama)? Dia bilang "Yaud lah gw tadi juga cuma basa-basi kok" GILA... Basa-basi? Apa jadinya coba, kalau sejak awal saya ceritakan semua masalah ke teman saya tersebut?
Ternyata sulit untuk ikut merasakan kesedihan orang lain secara tulus!
Segala Puji Bagi ALLAh, JanjiNYA pasti bukanlan basa-basi
Maha suci ALLAH yang mendengarkan keluh kesah hambaNYA & memberi solusi
Solusi yang tak mengenal basa-basi
Bismillahirrahmanirrohim Demi Zat yang Maha memiliki Cinta
Jujur, saya ingin menjadi teman yang bisa WatawasSaubil HaQ WatawasSaubisSobr!
Lw bs Prcaya Gw tuk jd sobat Lw!!!
Thank for you...Friends!!!